Cahe adalah upacara ritual adat pemujaan kepada Tuhan melalui perantara Roh-Roh Nenek Moyang untuk meminta datangnya
hujan. Ritual tersebut berlangsung di Gua
Kandalia atau Mandalia
di Desa Langsar, Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep. Biasanya dilaksanakan
pada bulan Dzulkaidah-Dzulhijjah atau orang Madura atau khususnya Sumenep
sering menyebut bulan Takepe’ Raje
Cahe
merupakan salah satu cara yang unik dalam menurunkan hujan. Yang menciptakannya
ritual ini yaitu Gung Lanang, Gung Marju dan Gung Kemoneng sebagai mana nenek
moyang dari warga desa Langsar Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep dan masih
ada hubungannya dengan sejarah keberadaan Gua
Kandalia.
Cahe
memang terlihat seperti ritual-ritual di Afrika, tetapi ini merupakan murni
asli budaya khas Kota Sumenep yang diperkirakan sudah ada sejak pertama Islam masuk
atau masih belum terjamah di Kota Sumenep, yaitu dengan bukti adanya
kepercayaan Animisme, Hindu dan Islam dalam ritual Cahe ini.
Dalam melaksanakan ritual Cahe, perlu segala macam
bentuk sesajen dan alat-alat lainnya, diantaranya yaitu :
- Beras yang sudah dimasak sebanyak 4 kg.
- Kelapa muda gading sebanyak 18 buah.
- Kemenyan sebanyak 7 ½ ons.
- Tajin 5 warna atau Bubur 5 warna dengan warna merah (barat), putih (timur), hijau (tengah), kuning (selatan), hitam (utara). Masing-masing sebanyak 1 ons diatur dalam piringan kecil.
- Sebuah perahu kecil untuk membuang tolak bala atau musibah dan setelah acara selesai diarungkan ke sungai atau lautan
- Kembang 7 rupa dan warna dimasukan dalam baskom berisikan air
- Dhemar Kambeng (Semacam damar yang terbuat dari kelapa kemudian diberi sumbu dan diberi minya kelapa atau kelapa goring disekitar pinggirnya)
Alur proses Ritual Cahe :
- Siapkan perlengkapan diatas
- Letakkan sesajen di Pelataran Gua Kandalia berupa 18 kelapa muda gading yang ditusuki bunga dhu’ remmek beserta beras yang dimasak tadi disatukan dan dengan ayam panggang di atas baki, dan kembang setaman, tajin 5 warna,dan peralatan lainnya diletakkan di pelataran gua dikelilingi dengan 18 kelapa gading.
- Semua anggota yang melaksanakan Cahe tersebut
mengelilingi sesajen dengan keadaan duduk bersila anggotanya ialah sebagai berikut :
- Jeregen (Ketua)
- Kapala perang
- Jeregen Pojiyan
- Kalebun
- Apel
- Jartoles (Jeregen Toles)
- Carek
- Opas Parenta
- Rama Kadri Kabethel
- Somor 7
- Tokang Potos (hakim)
- Toronna Masrigi
- Nasir
- Pak Sahwamo
- Pamardha’an
- 3 orang Bagian Perlengkapan
- Jeregen
atau Ketua membaca Al-Quran Surat Al-Fatiha ditujukan kepada :
- Rasullullah SAW Beserta Keluarganya.
- Para Malaikat
- Para Suhadha’
- Para Wali
- Syekh Abdul Kadir Jailani
- Para sesepuh di gua antara lain: Gung Wali Tanjung, Gung Marju, Gung Lanang dan Gung Kemoneng.
- Rama Agung Parsoonan dan Rama Agung Patapan
- Pangeran Kaliran
- Ebu Koneng dan Rato Morbis
- Din Bagus Anom, Din Bagus Lanceng dan Din Bagus Adil
- Jurtoles (Juregen Toles) membaca Q.S At Taubat.
- Semua anggota menyanyikan lagu pujian atau Tembang,
berikut nama tembang-tembangnya :
- Sarton
- Sanno’
- Karto’
- Panghel
- Nitim
- Kalandhiyan
- Sin-lirsinan
- Kalau ada perahunya ditambah Sandhir.
- Semua Anggota berdiri dan sedikit
menghentak-hentakkan kaki ke tanah sambil menyanyikan tembang dan dibawah ini sekilas
tembang berikut :
Bali pole kanca bula…….Ramade …..he…..do…..Hullupa’………Chahe rettem nangngadeng 3xSanderelang …..nangdurunang 3xAlanga’-langa’ adir-adirdirSemua anggota berputar (sambil bernyanyi Alanga’- langa’ adir-adirdir) sampai pusing dan jatuh sehingga Tokang Potos (hakim) dirasuki Roh-Roh Halus Nenek Moyang. - Tokang Potos (hakim) membaca Q.S Yusuf dan memberitahukan kabar cuaca dan keadaan tanamanya.
- Setelah itu makan bersama (kaom), namun menyisakan sesajen dan makanan untuk di hanyutkan ke sungai atau lautan bersama dengan perahu kecil tadi.
- Perahu kecil tadi diisi dengan sesajen antara lain : sepiring nasi, sepotong ayam panggang, dua buah kelapa gading beserta dhu’-remmek, Tajin 5 warna, kembang 7 rupa, dan dhemar kambeng kemudian dihanyutkan ke laut atau ke sungai dengan tujuan membuang tolak balak dan bencana, namun sebagian sesajen tadi diletakkan di pelataran gua.
- Setelah panen biasanya melaksanakan upacara ritual yang sama , namun sesajen ditambahi hasil panen, dan dihanyutkan ke laut serta diletakkan di pelataran gua dengan tujuan bersyukur atas hasil panen dan membuang bencana untuk selanjutnya.
GAN, DESA ITU DEKAT GAK SAMA LAMBIH CABBIH?
BalasHapuswahhh saya kurang tahu desa lambih cabbi, kalau desa cabbian itu ada terletak di kecamatan lenteng.
BalasHapus